Bulan Ramadhan Segera Tiba, Simak Sejarah Diwajibkan Puasa Sebulan Penuh
Sejarah
Ilustrasi Sejarah Diwajibkan Puasa Ramadhan (Sumber : freepik)

JOGJACORNER.ID - Bulan Ramadhan akan segera tiba. Pada bulan tersebut, seluruh umat muslim di dunia diwajibkan menjalani ibadah puasa. Puasa pada bulan Ramadhan merupakan pelaksanaan dari rukun Islam yang keempat.

Waktu pelaksanaan Puasa Ramadhan dimulai ketika matahari terbit di waktu fajar hingga matahari terbenam. Praktiknya yaitu dengan menahan diri dari kegiatan makan, minum, dan kegiatan lain yang dapat membatalkan puasa.

Karena setahun sekali menjalankan ibadah puasa Ramadhan, sebagai umat muslim wajib mengetahui sejarah puasa. Dilansir dari akun Instagram @sirahistoria pada Kamis (16/3/2023), berikut sejarah puasa Ramadhan.

Sejarah Puasa

Ibadah Puasa merupakan ibadah yang sudah ada jauh sebelum diwajibkannya dalam syariat kita. Puasa telah dikenal oleh orang-orang zaman dahulu dari bangsa Mesir, India, hingga bangsa Yunani dan Romawi.

Begitu pula kaum Yahudi dan Nasrani masih terus melestarikan puasa hingga saat ini. Selain itu juga para Anbiya wal Mursalin, Nabi Musa alaihissalam berpuasa, Nabi Isa alaihissalam berpuasa, dan juga para Hawariyyun, pengikut setia nabi Isa alaihissalam.

Puasa Dalam Syariat Umat Muhammad

Para ulama sepakat bahwa puasa Ramadhan diwajibkan pada bulan Sya'ban tahun kedua Hijriyah. Dalam sejarah pensyariatannya ketika masa nabi, setidaknya ada tiga tahapan model puasa sehingga menjadi puasa wajib Ramadhan yang kita kenal saat ini.

Tahapan Pertama (Puasa Asyura)

Awalnya, berpuasa di hari Asyura (10 Muharam) hukumnya adalah wajib. Dalam sebuah riwayat, ketika Nabi Muhammad memasuki kota Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi berpuasa. Maka ketika ditanyakan sebabnya, orang-orang Yahudi berkata:

"Ini adalah hari yang agung, yaitu hari ketika Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan Firaun. Lalu Nabi Musa berpuasa sebagai wujud syukur kepada Allah."

Mendengar hal itu, maka Nabi Muhammad mengatakan bahwa beliau dan umat Islam lebih utama mengikuti Nabi Musa daripada orang-orang Yahudi. Maka, pada hari itu (hari Asyura) Nabi Muhammad berpuasa dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa.

Tahapan Kedua (Wajibnya Puasa Ramadhan)

Setelah syariat wajibnya puasa Asyura, maka tahapan selanjutnya adalah diwajibkannya puasa Ramadhan. Hal ini berdasarkan firman Allah sebagai berikut:

"Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu." (QS. Al-Baqarah: 185)

Namun, tatkala itu sebelum penyempurnaan syariat, amalan puasa dianggap cukup berat dikarenakan aturan batas akhir untuk makan, minum, dan berhubungan adalah setelah shalat isya atau sebelum tidur. Sehingga, apabila ada seseorang yang telah berbuka di awal malam, kemudian tertidur, lalu kemudian terbangun di tengah malam, maka ia sudah tidak boleh lagi makan hingga magrib berikutnya.

Tahapan Ketiga (Penyempurnaan Puasa Ramadhan)

Ketika aturan batas akhir untuk makan dirasakan cukup berat oleh para sahabat. Hingga suatu kejadian menimpa salah seorang sahabat, Qais bin Shirma. Tatkala itu ia bekerja di siang hari sementara dia sedang berpuasa. Ketika pulang, ia tidak mendapati makanan di rumahnya untuk berbuka. Istrinya pun berusaha keluar mencari makanan. la pun menunggu, namun karena kelelahan maka ia pun tertidur. Karena aturan ketika itu tidak boleh lagi makan apabila telah tidur, maka ia pun kembali berpuasa esok hari tanpa berbuka. Ketika kembali bekerja keesokan harinya, ia pun akhirnya pingsan. Ketika sampai kabar tersebut kepada Nabi Muhammad maka turunlah firman Allah.

U?illa lakum lailata?-?iy?mir-rafa?u il? nis?`ikum, hunna lib?sul lakum wa antum lib?sul lahunn, ‘alimall?hu annakum kuntum takht?n?na anfusakum fa t?ba ‘alaikum wa ‘af? ‘angkum, fal-?na b?syir?hunna wabtag? m? kataball?hu lakum, wa kul? wasyrab? ?att? yatabayyana lakumul-khai?ul-abya?u minal-khai?il-aswadi minal-fajr, ?umma atimmu?-?iy?ma ilal-la?l, wa l? tub?syir?hunna wa antum ‘?kif?na fil-mas?jid, tilka ?ud?dull?hi fa l? taqrab?h?, ka??lika yubayyinull?hu ?y?tih? lin-n?si la’allahum yattaq?n

"Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam." (QS. Al-Baqarah: 187).

Setelah turunnya ayat tersebut, berubahlah aturan puasa. Aturan tersebut berbunyi bahwa batas akhir waktu berhubungan dengan pasangan, makan, minum di bulan Ramadhan adalah sebelum terbit fajar, dan itulah yang berlaku hingga saat ini dan seterusnya.

Itulah sejarah puasa di bulan Ramadhan! Semoga bermanfaat.