Fasilitas Laboratorium Hewan Uji di Indonesia Masih Minim, Begini Kata Guru Besar UGM
Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM, Prof. Dr. dr. Eti Nurwening Sholikhah, M.Kes., M.Med.Ed., Sp.KKLP
Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM, Prof. Dr. dr. Eti Nurwening Sholikhah, M.Kes., M.Med.Ed., Sp.KKLP (Sumber : Humas UGM)

SLEMAN, Jogjacorner.id- Penggunaan hewan untuk penelitian dan pengujian toksikologi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses pengembangan obat. Meski demikian, fasilitas laboratorium hewan uji yang terakreditasi masih sangat terbatas, sehingga peneliti harus antre untuk melakukan uji toksisitas.


“Uji toksisitas kronis memerlukan waktu bisa sampai satu tahun. Ketersediaan hewan uji juga sangat terbatas, peneliti harus antre panjang untuk memesan hewan uji untuk kepentingan penelitian,” terang Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM, Prof. Dr. dr. Eti Nurwening Sholikhah, M.Kes., M.Med.Ed., Sp.KKLP., dalam siaran pers usai Pengukuhan Guru Besar di Balai Senat.


Dalam tahapan pengembangan obat, salah satu upaya untuk menilai keamanan obat atau bahan obat adalah melalui uji toksisitas. Pengujian ini memainkan peranan penting dalam mengidentifikasi potensi efek samping yang disebabkan oleh bahan uji.


Eti menerangkan, meskipun terdapat upaya untuk meniadakan penggunaan hewan dalam pengujian, serta terjadi peningkatan jumlah penelitian yang menggunakan model in vitro dan komputasi, hewan masih digunakan secara luas untuk penelitian dan pengujian toksikologi. 


Baca Juga: Kenali Gejala Asam Urat Pada Tubuh Anda, Simak Fakta Menariknya


“Uji toksisitas menggunakan hewan uji sebagai model berguna untuk melihat adanya reaksi biokimia, fisiologik, dan patologik pada manusia terhadap suatu sediaan uji,” terangnya.


Untuk memenuhi aspek etik dan menjaga kesejahteraan hewan uji, penggunaan hewan harus memenuhi prinsip 3R yaitu reduction atau pengurangan jumlah hewan; replacement atau penggantian hewan dengan kultur sel, hewan dengan filogenetik lebih rendah, atau program komputer; serta refinement atau peminimalan rasa sakit dan stres.


Laboratorium hewan uji juga diharuskan menerapkan cara berlaboratorium hewan uji yang baik yang dapat mengacu pada The Guide for the Care and Use of Laboratory Animals yang terkini.


Menurut Eti, peningkatan jumlah fasilitas serta ketersediaan hewan uji yang memenuhi syarat perlu diupayakan. Selain itu perlu dikembangkan model baru in vitro yang lebih dapat mewakili manusia sesuai dengan kondisi sebenarnya.