Jadi Salah Satu Prosesi Paling Sakral di Pernikahan Kaesang-Erina, Simak Makna Siraman dan Sejarahnya
Siraman
Prosesi siraman di kediaman Kaesang, Solo, Jawa Tengah. (Sumber : Instagram @mlampahsolo)



JOGJA-Melangsungkan prosesi siraman pada H-1 akad nikah, atau tepatnya 9 Desember 2022, prosesi siraman dilakukan oleh Erina di kediamannya ini diawali dengan serangkaian prosesi lainnya seperti, majang tarub, upacara cethik geni adhang sepisanan, upacara ngracik tirto perwitosari dan noto lemek palenggahan, upacara majang pesarean, upacara sungkem ngabekten, upacara langkahan, dan upacara siraman.

Rangkaian upacara adat ini telah tertulis dalam buku Babat Tanah Jawa, ketika Ki Ageng Tarub, menikahkan putrinya Dewi Nawangsih dengan putra Prabu Brawijaya Ke-5, Raja Majapahit terakhir hingga kemudian menjadi Dinasti Mataram. Upacara ini juga telah berlangsung menjelang abad ke 15 dan telah lebih dari 500 tahun, upacara adat ini berlangsung di Nusantara.

Melansir dari berbagai sumber, berikut makna dari prosesi siraman dalam adat Jawa.
Siraman merupakan Bahasa Jawa yang berasal dari kata Siram, yang memiliki arti  Mengguyur atau Mandi. Selaras dengan makna mandi yang merupakan pembersihan diri dari kotoran yang ada di tubuh. Siraman memiliki makna sebagai pembersihan jiwa dari dosa-dosa dan sifat-sifat yang tidak baik. Prosesi siraman ini juga memiliki makna agar dibersihkan dari segala gangguan agar proses pernikahan tidak ada halangan. Prosesi ini juga memiliki tujuan agar pengantin dapat memulai hidup baru dengn keadaan yang suci dan bersih.


Baca Juga: Sungkeman dan Siraman Lancar, Jokowi: Mohon Doa Restu Prosesi Selanjutnya Lancar


Siraman ini memiliki berbagai perlengkaan yang memiliki maknanya masing-masing, seperti:
1. Kembang setaman, yang melambangkan keharuman dan diharapkan daat membuat tubuh pengantin wangi, serta mengharumkan namanya.
2. 2 kelapa yang diikat. Dua kelapa yang diikat ini melambangkan pasangan pengantin yang akan selalu bersama.
3. Kain jarik grompol. Biasanya saat prosesi siraman, mempelai akan mengenakan kain dengan matif grompok yang memiliki makna berkumpul atau bersatu, dengan harapan agar rezeki dan kebahagiaan serta segala sesuatu yang baik dapat berkumpul untuk calon pengantin.
4. Konyoh 5 warna, adanya konyoh 5 warna ini diharapkan agar secua cahaya menyatu pada tubuh calon pengantin, sehingga auranya bersinar, indah dipandang dan tampak beribawa.


Selain perlengkapan, makna dan filosofi prosesi siraman juga tergambar pada waktu dan pelaku siraman.
Waktu untuk siraman biasanya dilakukan pada pukul 11.00 WIB, sebab diyakini pada pukul 11.00 WIB, para bidadari turun untuk mandi.
Untuk pelaku siraman, biasanya dilakukan oleh orang tua, dan pinisepuh yang dipilih dari keluarga yang masih utuh atau tidak bercerai, memiliki hidup bahagia dan sukses dalam karir atau mendidik anak. Hal ini memiliki harapan agar kebahagiaan dan kesuksesan menular pada calon pengantin.
Pelaku siraman juga selalu ganjil, sebab terdaat keyakinan bahwa Tuhan menyukai bilangan ganjil. Biasanya akan ada 7 orang yang menyirami calon pengantin. 7 ini melambangkan pertolongan, sebab kata tujuh dalam bahasa Jawa adalah pitu yang dikaitkan dengan kata pitulungan (pertolongan).*