Mengenang dan Mengenal Remy Sylado, Si Pelopor Gerakan Puisi Mbeling
Remy Sylado, sastrawan Indonesia yang serba bisa. Dari akun Instagram @cahangon_id
Remy Sylado, sastrawan Indonesia yang serba bisa. (Sumber : Dari akun Instagram @cahangon_id)

JOGJA, Jogjacorner.id- Indonesia kembali berduka. Sastrawan sekaligus budayawan terkenal, Remy Sylado, wafat Senin (12/12/2022). Ia merupakan sastrawan yang telah memiliki banyak karya yang telah dibukukan maupun belum. Untuk mengenangnya, kita dapat membaca karya-karyanya yang tak kalah menarik dengan sastrawan lainnya. Oleh karena itu, kami akan menyajikan profil dan cerita Remy Sylado sang pelopor gerakan Puisi Mbeling.


Dilansir dari akun Instagram @bukuakik pada Senin (12/12/2022), Remy Sylado memulai kariernya sebagai wartawan majalah Tempo (Semarang, 1965), redaktur majalah Aktuil Bandung (sejak 1970), dosen Akademi Sinematografi Bandung (sejak 1971), dan ketua Teater Yayasan Pusat Kebudayaan Bandung. Dia menulis kritik, puisi, cerpen, novel, drama, kolom, esai, sajak, roman populer, juga buku-buku musikologi, dramaturgi, bahasa, dan teologi. Remy terkenal karena sikap beraninya menghadapi pandangan umum melalui pertunjukan-pertunjukan drama yang dipimpinnya. Nama Remy Sylado diambil dari intro awal lagu The Beatles "And Love Her", 2-3- 7-6-1 atau re-mi-si-la-do.


Remy dikenal sebagai pelopor puisi mbeling. Puisi mbeling adalah bagian gerakan mbeling yang dicetuskan Remy Sylado; suatu gerakan yang dimaksudkan untuk mendobrak sikap rezim Orde Baru yang dianggap feodal dan munafik. Benih gerakan ini mulai disemaikan oleh Remy Sylado pada tahun 1971 ketika ia mementaskan dramanya yang berjudul Messiah II di Bandung. Namun, waktu itu istilah mbeling belum diperkenalkan. Istilah itu baru dipopulerkan pada tahun 1972 ketika Remy mementaskan dramanya Genessis II di Bandung. Dalam undangan pertunjukan drama itu Remy menyebut teaternya sebagai teater mbeling.


Puisi mbeling hendak mendobrak pandangan estetika yang menyatakan bahwa bahasa puisi harus diatur dan dipilih-pilih sesuai dengan stilistika yang baku.


Baca Juga: Tak Sekadar 300 Ribu, Ini Istimewanya Mahar Uang Tunai Kaesang: Nomor Seri Sesuai Tanggal Lahir


Pandangan ini, menurut gerakan puisi mbeling, hanya akan menyebabkan kaum muda takut berkreasi secara bebas. Bagi gerakan puisi mbeling bahasa puisi dapat saja diambil dari ungkapan sehari-hari, bahkan yang dianggap jorok sekalipun. Yang penting adalah apakah puisi yang tercipta dapat menggugah kesadaran masyarakat atau tidak, berfaedah bagi masyarakat atau tidak. Pendek kata, dalam kamus gerakan puisi mbeling tidak ada istilah major art atau minor art.


Dalam salah satu kata pengantarnya di rubik "Puisi Mbeling", sebagaimana dicatat oleh, Sapardi Djoko Damono, Remy mengungkapkan bahwa dramawan dan penyair Rustandi Kartakusuma menjadi frustrasi karena karya-karyanya tidak dibicarakan H.B. Jassin. Oleh karena itu, dalam nasihatnya kepada kaum muda calon penyair, Remy menegaskan, "Kamu jangan tawar hati jika puisimu tidak ditanggapi. Satu sikap yang harus kaumiliki sekarang adalah bagaimana kautampilkan di muka untuk sekaligus. membicarakan puisimu." Lebih jauh Remy mengatakan, "Puisi adalah pernyataan akan apa adanya. Jika puisi adalah apa adanya, dengan begitu terjemahan mentalnya hendaknya diartikan bahwa tanggung jawab moral seorang seniman ialah bagaimana ia memandang semua kehidupan dalam diri dan luar lingkungannya secara menyeluruh, lugu, dan apa adanya. Tetapi tanggung jawab penyair yang pertama adalah bahwa sebagai seniman, ia harus memiliki gagasan.


Remy Silado menguasai beberapa bahasa asing, antara lain bahasa Mandarin, Jepang, Arab, Yunani, Inggris, dan Belanda. Dia mulai menulis ketika berumur 16 tahun. Guru bahasa Indonesianyalah yang mendorong semangatnya untuk terus menulis saat itu. Kegemarannya membaca sejak kecil, tampaknya ikut mendukung keberhasilannya dalam menulis. Sejak kecil, ia sudah membaca buku-buku "berat". Ketika SD kelas 5, Remy telah membaca buku-buku teologia, membeli buku-buku berbahasa Inggris, dan mempelajari sejarah sehingga mengagumi hampir semua tokoh sejarah. Akan tetapi, ia tidak betah bersekolah dan lebih suka bermain atau membolos. Remy juga senang akan musik dan ayahnya menyadari bakat anaknya itu sehingga Remy dijuluki Jubal, artinya 'bapak musik, yang diambilnya dari Kitab Genesis.


Baca Juga: Doakan Cepat Dapat Momongan, Puan Terkesan Resepsi Kaesang-Erina: Momen Silaturahmi


Keluarganya penggemar musik klasik, terutama karya Frederick Handel pada periode Roccoco dan Beethoven, sedangkan Remy menyenangi grup musik Led Zeppelin, Grand Funk, Railroad, dan The Beatles. Menurut pendapatnya, grup musik tersebut telah mencapai jenis klasik. Aktivitasnya di bidang musik, antara lain, adalah sebagai pembimbing beberapa penyanyi dan perkumpulan band. Dia juga banyak menulis tentang musik dan mementaskan drama yang ditulisnya, seperti Genesis, Generasi Semau Gue, dan Messiah II. Pada tahun 2000-an Remy menulis artikel lepas untuk mengisi rubik seni "Bentara" Kompas, terutama yang menyangkut pengenalan atas tokoh atau gagasan yang berkembang dalam sastra Barat dan sastra dunia pada umumnya.


Tentang proses kreatifnya, Remy menyatakan bahwa perkembangan dan perubahan pada publik pembaca memperlihatkan bagaimana mereka tidak melulu membaca novel untuk menikmati sebuah cerita, tetapi juga menghendaki adanya suatu gagasan pemikiran yang tertuang di balik cerita. Oleh karena itu, sebuah novel haruslah dilihat sebagai sebuah kerja riset, sehingga tidak menjadi kering.