Peringati Hari Pendidikan Nasional, Inilah Sosok Bapak Pendidikan Indonesia
Ki Hajar
Potret Ki Hajar Dewantara Bapak Pendidikan Indonesia (Sumber : Instagram @pakehero)

JOGJACORNER.ID - Setiap tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Hal ini tentunya tak lepas dari Tokoh Pendidikan Indonesia, yaitu Ki Hajar Dewantara. Berkat jasanya di dunia pendidikan Indonesia, beliau dinobatkan sebagai Bapak Pendidikan Indonesia. 

Di momen memperingati Hari Pendidikan Nasional ini tak ada salahnya mengenal lebih dekat Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara. Dilansir dari berbagai sumber, beliau lahir di Yogyakarta, pada 2 Mei 1889 tepatnya di Kadipaten Pakualaman. Karena lahir dari keluarga Keraton Yogyakarta sebagai golongan ningrat, sehingga saat lahir Ki Hajar memiliki nama Raden Mas Soewaedi Soerjaningrat. Beliau merupakan cucu dari Sri Paku Alam III dengan ayahnya bernama GPH Soerjaningrat. 

Sebagai seorang bangsawan Jawa, Soewardi Soerjaningrat mengenyam Pendidikan Europeesche Large School (ELS), yng merupakan sekolah rendah untuk anak-anak Eropa. Beliau juga pernah mengenyam pendidikan Kweek School (Sekolah Guru) di Yogyakarta. Kemudian beliau melanjutkan pendidikannya ke School tot Opleiding voor Inlandche Artsen (STOVIA) atau kerap di sebut dengan istilah Sekolah kedokteran yang berada di Jakarta, namun karena kondisi kesehatannya yang tidak stabil, Soewardi atau Ki Hajar Dewantara tidak menamatkan pendidikan pada jenjang ini.

Semasa hidupnya Ki Hajar Dewantara berkiprah di dunia jurnalisme dan menjadi jurnalis baik di majalah maupun surat kabar seperti Sediotomo, de Express, Midden Java, Kaoem Moeda, Oetoeaan Hindia, hingga Poesara. Selain berkiprah sebagai wartawan, Ki Hajar Dewantara juga ikut berbagai organisasi sosial dan politik. Tahun 1908 neliau aktif di Organisasi Boedi Oetomo.

Pada tanggal 25 Desember 1912 Ki Hajar Dewantara bersama dengan Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo mendirikan Indische Partij yang memiliki tujuan kemerdekaan Indonesia, namun kemudiam ditolak oleh Belanda karena dianggap dapat menumbuhkan nasionalisme rakyat. Tak menyerah, pada November 1913, beliau mendirikan Komite Boemipoetra, sekaligus sebagai Komite Tandingan dari Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Bangsa. Kemudian Komite Boemi Poetra ini melacarkan kritik kepada pemerintah kolonial Belanda. Salah satu kritikannya tersebut berjudul Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk semua, tetapi semua untuk satu juga, dan Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda). 

Namun atas kritikan tersebut, terutama yang berjudul Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda). Ki Hajar Dewantara dijatuhi hukuman tanpa proses pengadilan, berupa hukum buang. Ia pun akhirmya dibuang di Pulau Bangka. 

Usai kembali dari pengasingannya, Ki Hajar Dewantara beserta teman-temannya mendirikan National Onderwijs Instituut Taman Siswa (Perguruan Nasional Taman Siswa) pada Juli 1922, sebuah lembaga pendidikan bagi pribumi kelas bawah. Di bidang pendidikan inilah Ki Hajar berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Mempertahankan Pendidikan Taman Siswa ini tidaklah mudah, berbagai tindakan kolonial Belanda dilakukan untuk melemahkan gerakan politik yang di pelopori oleh Taman Siswa. 

Perjuangannya di Bidang Politik dan pendidikan membuat Pemerintah Indonesia menghormatinya dengan memberikan berbagai jabatan di pemerintahan seperti diangkat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 1950, mendapat gelar doktor honoris causa dari UGM (1959), serta diangkat sebagai pahlawan nasional tahun 1959.

Pada 26 April 1959 Ki Hajar Dewantara tutup usia dan dimakamkan di pemakaman keluarga Taman Siswa Wijaya Brata, Yogyakarta. Untuk mengenang jasanya, tanggal kelahirannya 2 Mei dieringati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Beliau juga memiliki konsep triologi yang digunakan sebagai pijakan yaitu Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani.