Terkesan Horor, Berikut Sejarah Lawang Sewu Hingga Perjalanan Menjadi Obyek Wisata
lawang sewu
Terkesan Horor, Berikut Sejarah Lawang Sewu. (Sumber : instagram @tikah_m)

JOGJA-Lawang Sewu, bangunan bersejarah yang berada di Jalan Pemuda, Sekayu, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang, Jawa Tengah ini, merupakan bangunan milik PT KAI. Pada mulanya, bangunan ini digunakan sebagai kantor pusat perusahaan kereta api swasta belanda yang bernama Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM).

Dibangun di atas lahan seluas 18.232m², Lawang Sewu ini dibangun pada 27 Februari 1904 dan selesai pada Juli 1907, sedangkan bangunan sekitar dibangun tahun 1916 dan selesai pada 1918. Dapat dikatakan, Bangunan Lawang Sewu ini sudah berdiri lebih dari 100 tahun.

Keunikan desain  Gedung Lawang Sewu ini, ternyata dirancang oleh Prof. Jakob F. Klinkhamer dan B.J. Ouendang, yang merupakan seorang arsitek dari Belanda. Mereka mendesain Lawang Sewu dengan berbagai elemen lengkung dan sederhana, bangunan menyerupai huruf L dengan tiga bangunan utama berbentuk huruf U, serta memiliki banyak jendela dan pintu untuk sirkulasi udara. Karena jumlah pintunya yang banyak ini, masyarakat menyebutnya dengan Lawang Sewu atau seribu pintu. Namun jumlah sesungguhnya pintu dan jendela tidak mencapai seribu hanya 928 pintu dan jendela, namun jumlah ini termasuk jumlah fantastif untuk satu bangunan.

Ornamen lain dari bangunan ini, yaitu penggunaan kaca patri, yang bercerita tentang kemakmuran, dan keindahan jawa, kekuasaan Belanda atas Semarang, Batavia, kota maritim dan kejayaan kereta api. Selain itu terdapat ornamen lain seperti tembikar pada lengkung di atas balkon, kubah kecil di puncak menara air yang dilapisis tembaga, dan puncak menara dengan hiasan perunggu.

Tahun 1942-1946, saat kedatangan Jepang di Indonesia, Lawang Sewu diambil alih oleh Jepang dan digunakan sebagai kantor Riyuku Sokyoku (Jawatan Transportasi Jepang).

Tahun 1945, Lawang Sewu digunakan sebagai kantor Elsploitasi Tengah DKRI (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia).

Baca Juga: Pancasila Belum Dijadikan Pedoman Hidup Bernegara, Akademisi: Padahal Isinya Bagus Sekali

Tahun 1946 Lawang Sewu dipergunakan sebagai markas tentara Belanda sehingga kegiatan perkantoran DKARI pindah ke belas kantor de Zustermaatschappijen.

Setelah pengakuan kedaulatan RI tahun 1949 gedung ini digunakan sebagai kodam IV Diponegoro. Lalu 1994 Lawang Sewu diserahkan kembali kepada kereta api (Perumka) yang kemudian statusnya berubah meniadai PT Kereta Api Indonesia (Persero).

Tahun 2009 PT KAI merestorasi lawang sewu, dan pada tahun 2011 tepatnta pada 5 Juli, dilakukan peresmian Purna Pugar Cagar Budaya Gedung A Lawang Sewu.

Setelah menjadi Cagar Budaya, Lawang sewu banyak menarik minat masyarakat untuk berkunjung, di hari kerja Lawang Sewu buka pukul 08.00-17.00 WIB, untuk Sabtu-Minggu, buka pukul 08.00-20.00 WIB.

Tarif masuk ke gedung Lawang Sewu ini berbeda-beda. Untuk Dewasa dan Mahasiswa dikenai biaya sebesar Rp. 20.000 per orang, untuk anak-anak dan pelajar dikenai biaya Rp. 10.000 per orang, dan untuk turis mancanegara Rp. 30.000 per orang. Sedangkan tarif untuk photoshoot di Museum dikenai biaya sebesar Rp. 330.000 per jam.

Fasilitas yang disediakan diantaranya toilett, mushola, ruang laktasi, perpustakaan, smoking area, ruang P3K, dan pojok kuliner.*