Viral Sobek Spanduk Bantuan Gempa Cianjur: Apakah Toleransi Ada Batasnya? Simak Penjelasannya
Toleransi
Ilustrasi bentuk toleransi beragama (Sumber : Ilustrasi Pixbay)

JOGJA-Baru-baru ini sikap seseorang yang merobek label aksi bantuan gereja kepada masyarakat yang terdampak gempa di Cianjur tengah menjadi perbincangan di dunia maya. Terlebih dengan sepenggal kalimat yang diucapkan oleh Kapolres Cianjur yang mengatakan bahwa aksi tersebut dinilai bukan aksi intoleran.

Atas ungkapannya tersebut, banyak warganet yang mengecamnya. Ia dinilai tidak memiliki sikap toleransi terhadap masyarakat Indonesia. Padahal, Indonesia memiliki beragam perbedaan, salah satunya adalah agama.

Dengan adanya perbedaan, masyarakat diharapkan mampu meningkatkan sikap toleransinya kepada pemeluk agama lain agar terciptanya masyarakat yang damai dan sejahtera.

Sebenarnya, apakah toleransi ada batasnya? Dilansir dari akun Instagram @perempuansufi pada Minggu (27/11/2022), berikut batasan dan pandangan beberapa agama di Indonesia mengenai toleransi.

Menurut KBBI, toleransi adalah batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan. Jadi, tidak usah pakai batas lagi karena kata "toleransi" sudah mengandung batasan. Jika batasan yang sudah ada dibatasi lagi, maka akan lebih sempit lagi.

"Aku tidak pernah iri dan selalu bersikap adil terhadap semua makhluk. Bagi-Ku tidak ada yang paling Ku-benci dan tidak ada yang paling Aku kasihi. Tetapi, yang berbakti kepada-Ku, dia berada pada-Ku dan Aku bersamanya pula." - Bhagawadgita, IX: 29.

Dalam agama Hindu, semua mahkluk adalah sama di mata Tuhan. Ajaran Hindu mengajarkan etika, budi pekerti, dan cinta kasih yang universal dalam membangun sikap toleransi beragama.

Ajaran Hindu memandang bagaimanapun jalan yang ditempuh oleh manusia dalam usaha untuk memuja Tuhan adalah sah selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan.

"Janganlah kita menghormati agama kita sendiri dengan mencela agama lain. Sebaliknya agama lain pun hendaknya dihormati atas dasar-dasar tertentu." - Asoka's Rock Edict XII.

Dalam Buddhisme, selama 45 tahun berkhotbah, Sang Buddha telah mengajarkan toleransi beragama.

Salah satunya melalui 4 sifat luhur (Brahma Vihara) yang terdiri atas metta (cinta kasih), karuna (welas asih), mudita (simpati), dan uppekha (keseimbangan batin). Keempat sifat luhur itulah yang menjadi dasar dari toleransi dalam Buddhisme.

Yesus berkata, "Aku juga tidak menghukummu. Pergilah. Mulai sekarang jangan berbuat dosa lagi." -Yohanes 8:11

Dalam pandangan Kristen, toleransi sejati didasarkan pada kepedulian yang tulus terhadap orang lain. Itulah sebabnya, Yesus memberikan teladan berupa prinsip yang kuat dengan kasih yang besar. Jika kamu menilai pilihan seseorang sebagai keyakinan, perilaku, atau prinsip yang salah, maka itu adalah tanda kebencian.

Toleransi juga bersifat netral dan memungkinkan adanya preferensi. Artinya, siapa pun tidak bisa menilai benar-salahnya keyakinan, perilaku, atau prinsip hidup orang lain.

"Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) karena sesungguhnya Allah menyukai orang- orang yang berbuat baik." -Al-Baqarah: 195

Dalam Islam, Rasulullah telah memberikan teladan berupa sikap toleransi yang tinggi terhadap orang-orang yang berbeda keyakinan dengannya. Salah satunya adalah pamannya, Abu Thalib.

Rasulullah tidak pernah memaksakan kehendaknya agar orang lain mengikuti ajarannya. Saat berdakwah, ia tidak pernah menggunakan bujuk rayu ataupun kekerasan. Ia juga tetap menghargai dan melindungi hak-hak orang lain yang memiliki keyakinan berbeda.