Yogyakarta Jadi Lokasi Sekolah Aman Bencana
Dini Widiastuti
Dini Widiastuti, Direktur Eksekutif Plan Indonesia, (Sumber : Plan International Indonesia)

Jogja - Satuan Pendidikan perlu diperkuat di tengah berbagai jenis ancaman bencana, seperti krisis iklim, bencana non-alam, hingga bencana sosial.


Pada 2019 saja, Kemdikbud mencatat bahwa sebanyak 52.902 sekolah berada di wilayah rawan gempa, 54.080 di wilayah rawan banjir, dan 15.597 berada di wilayah rawan longsor. Sementara bencana seperti COVID-19 juga telah melanda seluruh sekolah di Indonesia.


Oleh karena itu, Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) melalui Program Ketangguhan dan Kemanusiaan meluncurkan Program Provinsi Model Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) di Yogyakarta pada Selasa (18/10/2022).


Program Provinsi Model SPAB ini dilaksanakan Plan Indonesia dengan dukungan Plan Internasional Hong Kong dan Prudence Foundation hingga 2025 mendatang.


Program diawali dengan implementasi awal di Yogyakarta selama 18 bulan, kemudian implementasi lanjutan di Bali hingga 2025.


Dini Widiastuti, Direktur Eksekutif Plan Indonesia, mengatakan bahwa Yogyakarta dipilih karena telah memiliki sumber daya awal yang cukup untuk pengembangan provinsi model SPAB.


Modal yang dimiliki oleh Yogyakarta seperti regulasi, anggaran, dan fasilitas lokal bisa semakin dikembangkan, sehingga anak, terutama anak perempuan dan penyandang disabilitas, aman sewaktu belajar di sekolah.


"Pengembangan provinsi model SPAB ini adalah bagian upaya untuk mendukung tercipatanya lingkungan belajar yang aman bagi anak maupun ekosistem satuan pendidikan," kata Dini, Rabu (19/10/2022).


Melalui Program Provinsi Model SPAB, Plan Indonesia akan berfokus di beberapa bidang, termasuk pengembangan indikator provinsi model SPAB yang akan direplikasi ke provinsi lain, penguatan keterlibatan kaum muda pada implementasi dan monitoring SPAB, hingga penguatan kapasitas sekretariat bersama.


Selain itu, program ini juga menyasar peningkatan kapasitas bagi guru dan tenaga pendidikan di 84 SMA, 100 orang muda dari organisasi kaum muda, 200 fasilitator (50 persen perempuan), dan 84.000 penerima manfaat tidak langsung hingga 2025.