Benarkah Justice Collaborator Bebas dari Pidana? Simak Informasi Lengkapnya
Justice Kolaborator
Justic Colaborator (Sumber : #)

Kasus pembunuhan Brigadir Yosua telah memasuki babak akhir. Saat ini, para terdakwa tengah menjalani sidang vonis yang diselenggarakan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sidang tersebut diselenggarakan selama tiga hari, mulai Senin 12 Februari hingga 14 Februari 2023. Hal yang ditunggu publik selain vonis terdakwa Ferdy Sambo adalah vonis bagi Richard Eliezer.


Pasalnya, Richard sudah memilih untuk menjadi justice collaborator untuk membongkar kejadian ketika pembunuhan terjadi. Publik menilai bahwa Bharada E harus mendapat hukuman yang lebih ringan. Sebelumnya, Eliezer dituntut dengan pasal 340 jo. 55 KUHP dengan pidana penjara selama 12 tahun. Namun, keputusan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tersebut menuai kontra publik karena dianggap telah menciderai hukum yang seolah tidak menghargai kejujuran Eliezer.


Apakah benar tuntutan tersebut telah menciderai hukum? Mari mengenal sekilas tentang Justice Collaborator!


Baca Juga: Ferdy Sambo Divonis Hukuman Mati, Simak Pernyataan Lengkap Hakim

Dilansir dari akun Instagram @gadingcolawfirm pada Selasa (14/2/2023), Justice Collaborator adalah seseorang saksi sekaligus pelaku atau saksi pelaku dalam suatu tindakan pidana. Saksi Pelaku adalah tersangka, terdakwa, atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam kasus yang sama, menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban).


Lantas, apa itu Justice Collaborator?


Merujuk pada Surat Edaran MA Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku Tertentu, seseorang dapat dikatakan sebagai Justice Collaborator apabila ia pelaku tindak pidana tertentu yang mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut, serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan.


Seseorang yang bersedia menjadi Justice Collaborator akan mendapatkan penghargaan sesuai dalam peraturan perundang-undangan, yaitu Pasal 10A Ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Saksi dan korban. Tak hanya penghargaan, seorang Justice Collaborator akan mendapatkan penanganan secara khusus seperti pemisahan tempat dan penahanan, pemberkasan, dan persidangan dengan terdakwa yang diungkap tindak pidananya.


Lalu, mengapa seseorang bersedia menjadi Justice Collaborator?


Menjadi seseorang Justice Collaborator adalah sebuah keputusan yang sangat berat karena pengajuannya bersifat inisiatif. Namun, apabila seseorang menyadari bahwa perbuatannya telah melanggar hukum, tentu ia akan mengakui kesalahannya dan bersedia dijatuhi hukuman sesuai perbuatannya.


Pemerintah mengakui bahwa keputusan seseorang untuk menjadi Justice Collaborator adalah sebuah tindakan yang dapat membuat proses penegakan hukum, sehingga Justice Collaborator berhak mendapatkan sebuah penghargaan atas kejujurannya.


Apa Bentuk Penghargaan yang dapat diterima oleh Justice Collaborator?


Bentuk-bentuk penghargaan yang dapat diterima oleh Justice Collaborator berdasarkan Pasal 10A Ayat (3) Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban adalah keringanan penjatuhan pidana atau pembebasan bersyarat, remisi, tambahan, dan hak narapidana lain, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi Saksi Pelaku yang berstatus narapidana.


Seorang Justice Collaborator akan mendapatkan salah satu penghargaan tersebut apabila telah mendapatkan rekomendasi dan Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK).


Lalu, apakah terdakwa Eliezer akan mendapatkan penghargaan tersebut?


Secara normatif, tentu saja bisa mendapatkannya. Bahkan jika mempertimbangkan beberapa hal, salah satunya tujuan pemidanaan, terdakwa Eliezer berkemungkinan mendapat penghargaan berupa pembebasan bersyarat. Berkaca pada kasus PT Asian Agri yang melakukan kejahatan pidana pencucian uang. Vincentius Amin Susanto yang saat itu merupakan Justice Collaborator pada Januari 2013 diberikan penghargaan berupa pembebasan bersyarat setelah menjalani masa tahanan selama 3 tahun (Vincentius saat itu dijatuhi pidana penjara selama 11 tahun dan denda Rp150 Juta).


Lalu mengapa tuntutan JPU dianggap mencederai hukum?


Perasaan bahwa hukum telah dicederai di tengah masyarakat pada dasarnya timbul ketika masyarakat melihat perbandingan tuntutan antara terdakwa Eliezer yang merupakan Justice Collaborator dengan terdakwa lain, khususnya terdakwa PC yang dituntut lebih ringan. Padahal mereka adalah sebuah kesatuan dalam perbuatan pidana yang terjadi. Selain itu, tuntutan pidana penjara 12 tahun oleh JPU kepada Eliezer terkesan tidak memperhatikan asas yang berarti pertanggung jawaban tidak akan diminta dari mereka yang patuh melaksanakan perintah, melainkan kepada mereka yang memberi perintah. JPU seolah hanya melihat kesalahan normatif (perbuatan pidana) dari Eliezer dan tidak melihat kesalahan psikologinya berupa tekanan secara normal karena adanya susunan jabatan.