Fenomena Perpajakan di Indonesia:Kepatuhan Membayar Pajak Rendah
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Psikologi UGM, Ika Rahma Susilawati usai ujian Disertasi.
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Psikologi UGM, Ika Rahma Susilawati usai ujian Disertasi. (Sumber : Dokumen Humas UGM)

SLEMAN, Jogjacorner.id- Mahasiswa Program Doktor Ilmu Psikologi UGM, Ika Rahma Susilawati, menulis disertasi berjudul “Tax in the Minds: Representasi Kognitif - Sosial Tentang Pajak” yang mengkaji perilaku perpajakan dengan menggunakan perspektif psikologi fiskal.


Ia menemukan bahwa dalam konteks representasi kognitif-sosial tentang pajak, masyarakat memiliki representasi yang lebih dominan ke arah positif. Namun demikian, konten representasi yang bercorak negatif lebih mudah teraktivasi sebagai respons yang lebih dahulu atau lebih cepat muncul terkait pajak.


“Dinamika representasi ini dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena kepatuhan membayar pajak yang relatif rendah meskipun sentimen, sikap, serta representasi,"paparnya dalam siaran pers.


Baca Juga: Sikap Bunda Corla yang Bisa Dijadikan Contoh: Pandai Bersyukur Hingga Hidup Sederhana


Fenomena tersebut dapat pula dijelaskan dengan adanya bias negativitas yang membuat individu membobot nilai yang sama antara kehilangan finansial dengan mendapatkan keuntungan finansial secara tidak berimbang, di mana kehilangan dinilai berdampak lebih besar daripada mendapat keuntungan dalam nilai yang sama.


Representasi negatif seperti beban finansial, kerumitan, korupsi, penyelewengan, dan lainnya memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap penilaian subyektif individu daripada representasi pajak yang positif seperti kepentingan bersama, kesejahteraan rakyat, pembangunan, dan kontribusi.


“Perilaku kepatuhan pajak bagi individu menjadi sebuah dilema sosial antara kepentingan pribadi untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalisir kerugian berlawanan dengan sebuah kewajiban moral yang berkonsekuensi hukum. Keputusan untuk memilih kepentingan pribadi akan mengurangi nilai manfaat pada kepentingan umum. Sebaliknya, keputusan memilih berkontribusi pada kepentingan umum berdampak mengurangi nilai manfaat dari kepentingan pribadi,” terang Ika.


Representasi kognitif-sosial, terangnya, bersifat kompleks-ambivalen. Hal ini bisa dijelaskan melalui beberapa konsep teori, misalnya dual-process theory. Berdasarkan penelitian yang ia lakukan, terdapat perbedaan temuan representasional dari pengukuran implisit dan eksplisit, yang mendukung pernyataan model dual-process bahwa terjadi disosiasi antara perilaku sosial aktual dengan sikap yang diekspresikan atau dilaporkan melalui pengukuran eksplisit.


Persepsi dan penilaian sosial individu secara tidak sadar dipengaruhi oleh stereotipe dan prasangka yang menyebar luas dalam budaya masyarakat, sekalipun hal ini bertentangan dengan sikap individu dalam kesadaran sebagaimana yang mereka ekspresikan secara verbal.


“Adanya pandangan dan keyakinan negatif terhadap pajak berpotensi menurunkan tingkat keyakinan aktual terkait pajak,” imbuhnya.


Dengan mempertimbangkan temuan penelitian ini, diharapkan strategi-strategi promosi “sadar pajak” dan edukasi dilakukan secara komprehensif dan masif dengan kemitraan lintas instansi dan disiplin.


Baca Juga: Untuk Pria dan Wanita, Ini Tips Disayang Bos dan Tak Jadi di PHK


Bagi masyarakat, pengembangan strategi edukasi perpajakan yang jelas, mudah diterima dan informatif dalam tataran nalar wajar akan membantu meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait informasi perpajakan secara tepat dan memadai, yang secara tidak langsung dapat meningkatkan kesadaran dan kepatuhan sukarela masyarakat berkontribusi melalui sektor pajak.