Mengenal Sejarah Tradisi Perang Sarung yang Marak di Bulan Ramadan dan Dampak Negatifnya
sarung
Ilustrasi tradisi perang sarung ketika bulan ramadan tiba (Sumber : Intagram @windymuchamad)



JOGJA-Tradisi perang sarung Ramadan merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat di beberapa daerah di Indonesia, terutama di daerah Jawa, pada saat bulan Ramadan tiba. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada malam hari setelah shalat tarawih atau  setelah shalat subuh.

Dilansir dari kanal YouTube Mitologi Bumi Sulawesi, perang sarung Ramadan ini biasanya dimulai dengan adanya sekelompok orang yang menggunakan sarung untuk dilipat kemudian diayunkan kepada lawan. Masyarakat yang berpartisipasi dalam kegiatan ini akan membawa sarung yang sudah dilipat dan disiapkan sebelumnya. Selanjutnya, mereka akan melemparkan sarung tersebut ke arah orang lain yang berada di sebelahnya.

Kegiatan ini dianggap sebagai cara untuk meningkatkan kebersamaan dan menjaga keharmonisan antar warga dalam bulan Ramadan. Selain itu, perang sarung Ramadan juga dianggap sebagai cara untuk menghilangkan kepenatan dan kelelahan setelah seharian berpuasa.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, tradisi perang sarung Ramadan mulai ditinggalkan karena dianggap tidak sesuai dengan semangat bulan suci Ramadan yang seharusnya lebih mengutamakan ketaatan kepada Allah dan melakukan amalan yang lebih baik. Selain itu, kegiatan ini juga dianggap dapat mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat.

Perang sarung Ramadan memiliki beberapa dampak negatif yang perlu diperhatikan, antara lain:

Baca Juga: Menu Rekomendasi Buka Puasa, Nomor 5 Bikin Perut Kenyang

Cedera fisik: Kegiatan ini dapat menimbulkan cedera fisik pada peserta, terutama pada mata, wajah, dan kepala. Selain itu, terdapat juga risiko terjatuh atau terinjak-injak saat bergerak di tengah kerumunan.

Kerusakan barang: Kegiatan perang sarung dapat menimbulkan kerusakan pada barang-barang milik orang lain, seperti ponsel atau benda berharga lainnya yang terjatuh atau rusak akibat lemparan sarung.

Gangguan ketertiban: Kegiatan ini dapat mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat karena banyaknya orang yang bergerak di sekitar jalan-jalan atau tempat umum, yang dapat mengganggu lalu lintas dan memicu terjadinya kerumunan.

Meningkatkan risiko penyebaran virus: Dalam kondisi pandemi seperti sekarang, kegiatan perang sarung Ramadan dapat meningkatkan risiko penyebaran virus karena banyak orang berkumpul dalam kerumunan dan tidak mematuhi protokol kesehatan yang dianjurkan.

Menimbulkan keresahan di masyarakat: Kegiatan perang sarung Ramadan dapat menimbulkan keresahan di masyarakat, terutama bagi mereka yang merasa tidak nyaman dengan kegiatan tersebut dan menganggapnya tidak sesuai dengan semangat bulan suci Ramadan.

Maka dari itu, perlu dipertimbangkan untuk tidak melakukan tradisi perang sarung Ramadan demi menjaga keselamatan dan ketertiban masyarakat.*