Menilik Pembaharuan KUHP sebagai Kemajuan atau Degradasi  Demokrasi
BEM
Dalam upaya tetap mengawal UU RKUHP Forum BEM Se DIY kali ini melaksanakan diskusi publik (Sumber : Redaksi Jogjacorner.id)


JOGJA, Jogjacorner.id- Kitab Undang-Undang atau Legal Code merupakan pernyataan hukum secara tertulis yang dirumuskan secara sistematis dan komprehensif.
Di negara-negara yang menganut sistem hukum common law, kitab undang-undang merupakan suatu pengecualian daripada suatu hukum, karena sebagian besar hukum di negara common law didasarkan pada yurisprudensi.

Dalam upaya tetap mengawal UU RKUHP Forum BEM Se DIY kali ini melaksanakan diskusi publik dengan tema "Menilik pembaruan KUHP sebagai Kemajuan atau Degradasi dalam Demokrasi”.  Diskusi kali ini turut mengundang narasumber dari berbagai elemen ada yang dari akademisi yaitu Muhammad Shaleh S.H M.H, dosen dari Universitas Islam Indonesia,  Susanto Budi Raharjo S.H., M.H DPRD, Kemenkumham DIY dan Abdullah Ariansyah Selaku Koordinator Umum Forum BEM Se DIY.

M Rony Samsuri selaku ketua panitia diskusi publik kali ini menyampaikan bahwasannya diskusi kali adalah serangkaian pejuangan kawan-kawan Fbd untuk tetap mengawal UU KUHP yang bermasalah.  Ia menyampaikan di negara yang menganut demokrasi harus adanya keseimbangan antara nomokrasi dan demokrasi agar menghindari kekuasaan yang otoritarianisme. Sehingga dalam hal ini kebijakan penguasa tidak boleh terlalu mengikisi kedaulatan rakyat untuk meminimalisir kekacauan negara.

Baca Juga: Awal Puasa Bersamaan? Ini Penjelasan BMKG Tentang Pemantauan Hilal untuk Tetapkan Awal Ramadhan
"Oleh karena itu pembentukan undang-undang yg kurang melibatkan partisipasi publik sangat potensial menimbulkan kontroversial di masyarakat sehingga stabilitas dan resiko politik tidak dapat diprediksi," jelasnya.

Pada diskusi publik kali ini Abdullah Ariansyah, Koordinator Umum Forum BEM Se DIY  mengatakan Forum BEM DIY menolak lupa dan terus akan mengingat dan juga akan terus memperjuangkan pasal-pasal kontroversial RKUHP sampai UU RKUHP ini bisa di gugat ke Mahkamah Konstitusi secara legal.*