Heboh Teror Bom Bunuh Diri di Mapolsek Astana Anyar, Simak Cara Kerja Cuci Otak yang Wajib Diwaspadai
Cuci otak
Ilustrasi pencucian otak (Sumber : Ilustrasi Pixbay)


JOGJA-Hari Rabu (7/12/2022) kemarin, masyarakat dihebohkan dengan peristiwa bom bunuh diri yang terjadi di Mapolsek Astana Anyar, Kota Bandung. Peristiwa tersebut menewaskan satu anggota polri yang sedang bertugas di polsek dan pelaku bom bunuh diri.


Pelaku tersebut diketahui sebagai mantan narapidana teroris yang pernah ditahan di Lembaga Permasyarakatan (LP) Nusa Kambangan. Selain itu, pelaku juga diduga sebagai teroris karena menolak KUHP yang baru disahkan ditandai dengan tulisan yang ditinggalkannya di plat motor.


Pelaku teroris kebanyakan merupakan korban dari pencucian otak oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab dan ingin memecah belah NKRI. Dilansir dari akun Instagram @peksos.id pada Rabu (7/12/2022), brainwashing atau cuci otak adalah istilah yang digunakan untuk memanipulasi manusia untuk melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan/ideologi sang pelaku. Rentetan terorisme yang terjadi di Indonesia erat kaitanya dengan brainwashing. Lalu bagaimana cara kerjanya? Berikut cara kerja Brainwashing yang perlu kita waspadai.


Baca Juga: Sederet Fakta Menarik Mendiang Lord Rangga Sang Penguasa Bumi


1. Korban Brainwashing biasanya mendapatkan stres yang berulang
Stres dapat mempermudah pelaku melakukan brainwashing karena menurut berbagai penilitian otak dapat berubah jika mengalami tekanan atau rasa luka yang mendalam. Pelaku biasanya akan meruntuhkan jati diri dan memperkenalkan doktrin baru, di sinilah peran psikologis/kesehatan mental dan spiritual menjadi sangat penting untuk membentengi hal tersebut.

2. Pelaku berusaha mengubah sikap, kepercayaan, dan perilaku korban
Pelaku akan sedemikian rupa melecehkan emosional korban, membuat korban merasa sangat bersalah, memaksa korban untuk melakukan perilaku yang menyimpang dan membiasakannya. Dengan begitu korban akan merasa bahwa hal tersebut adalah hal yang baik.


3. Korban Brainwashing mendapatkan isolasi
Pelaku biasanya akan mengisolasi korban untuk jangka waktu tertentu, sehingga realita kehidupan akan dipegang penuh oleh sang pelaku dan brainwashing berjalan lebih efektif.


4. Brainwashing dilakukan dengan iming-iming
Pelaku akan mempelajari apa yang menjadi kebutuhan korban, kemudian mengiming-iminginya dengan hal-hal yang menyenangkan, baik itu dengan materi (uang) hingga membelok-belokan ajaran agama. Itulah kenapa kebutuhan fisiologis dan keberfungsian sosial menjadi sangat penting untuk mencegah korban terkena brainwashing.


5. Brainwashing dapat dilakukan kapanpun, di manapun, dan kepada siapapun
Kewaspadaan, pengetahuan, dan kesadaran kita adalah kunci utama dalam proteksi diri dari brainwashing karena brainwashing dapat menimpa siapa saja, kapan saja, dan dimana saja.


6. Hati-hati dengan pengaruh sosial di sekitarmu
Sebuah ideologi dan keyakinan akan semakin tumbuh jika itu dilakukan dalam sebuah kelompok. Korban akan merasa bersalah jika tidak melakukan apa yang dilakukan oleh anggota kelompok lainnya. Cara-cara seperti ini lebih tidak disadari oleh korban apalagi pelaku bisanya melakukannya dengan cara yang bersahabat.
Mari tingkatkan kewaspadaan kita, keluarga, dan rekan-rekan kita terhadap brainwashing! Aplikasikan kesetiakawanan sosial kita dengan saling peduli, bersatu untuk keutuhan NKRI, dan saling menjaga satu sama lainnya.*