Kronologi Ibu Hamil Meninggal Setelah Ditolak RSUD, Kepala Dinas Kesehatan: Sebenarnya Dilayani Cuma Miss Komunikasi
Bumil
Foto Ilustrasi Ibu Hamil yang Meninggal karena Ditolak RSUD Subang ketika Hendak Dirujuk ke Rumah Sakit Tersebut (Sumber : Tangkapan Layar Youtube @TvOneNews)

JOGJACORNER.ID - Beberapa hari yang lalu ramai diperbincangkan mengenai seorang ibu yang hendak melahirkan dengan kondisi kritis meninggal dunia usai ditolak oleh RSUD Subang, Jawa Barat. Pihak rumah sakit menolak pasien hanya karena alasan belum menerima rujukan dari puskesmas.

Kurnaesih berusia 39 tahun warga kampung Sitombe, Desa Buniara, Kecamatan Tanjungsiang, Subang, Jawa Barat akhirnya meninggal dunia bersama anak yang masih di dalam kandungannya, akibat penolakan dari rumah sakit.

Dilansir dari akun YouTube @tvOneNews pada Selasa (7/3/2023), kasus tersebut bermula ketika korban memeriksakan diri bersama suaminya ke bidan desa. Hasil pemeriksaan kondisi bayi dan ibu dalam kondisi sehat.

Namun, setelah satu jam pemeriksaan, korban tiba-tiba muntah dan kejang-kejang. Korban kemudian dibawa ke Puskesmas Tanjungsiang dan dirujuk ke RSUD Subang karena kondisinya semakin kritis.

Suami korban menjelaskan istrinya diterima oleh IGD RSUD, tetapi ketika akan masuk ke ruang connect untuk mendapatkan tindakan malah ditolak dengan alasan pihak RSUD belum menerima rujukan dari puskesmas.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Subang, Dr Maxi, membeberkan kronologi atas kejadian ibu hamil meninggal dunia bersama bayi di kandungannya tersebut. Ia mengatakan bahwa ibu tersebut sudah merasa ingin melahirkan, tetapi ia muntah dan pecah ketuban hingga pingsan.

"Pertama ibu itu datang ke bidan desa kira-kira pukul 16.30 sore tanggal 16 Februari. Dia merasa mules-mules perutnya kemudian bidan karena sedang piket di Puskesmas ditelepon dan akhirnya datang lagi ke rumahnya setelah itu melakukan pemeriksaan. Dan betul ibu itu sudah ada tanda-tanda ingin melahirkan karena dari pemeriksaan dalam itu ditemukan sudah ada pembukaan di rahimnya di leher rahim sekitar 3 cm akhirnya disuruh menunggu saja untuk menunggu proses lahiran. Akan tetapi, satu jam kemudian ibu ini muntah kemudian pecah ketuban dan pingsan ya saya koreksi ya tidak ada keterangan kejang-kejang," jelas Dr Maxi.

Ia kemudian melanjutkan bahwa bidan desa panik melihat situasi tersebut dan langsung menelpon ambulans puskesmas untuk segera dirujuk ke puskesmas.

"Hanya berselang 5 menit datanglah ambulans. Di dalam perjalanan ke puskesmas ibu ini kembali muntah dan pingsan lagi sehingga pada sampai di puskesmas dilakukan infus dua jalur. Walaupun satu jalurnya tidak masuk karena kondisi sudah kolaps sehingga diputuskan untuk segera ke Rumah Sakit Umum Daerah," lanjutnya.

Dr Maxi juga menjelaskan jika rujukan dilakukan melalui pesan WhatsApp, tetapi sambil menunggu jawaban. Akan tetapi, karena situasi yang darurat dan sambil menunggu jawaban, bidan desa sudah mengantar pasien ke RSUD Subang.

"Nah jawaban dari rumah sakit itu datang kira-kira setelah kurang lebih 5 menit mau nyampe rumah sakit. Baru ada konfirmasi bahwa pasien ini menurut ahli Kebidanan dan Kandungan harus mendapat penanganan yang memerlukan ruangan ICU sehingga disarankan tadinya untuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin.

Tapi karena posisinya sudah dekat Kota Subang jadi bidan panik karena ruang yang dibutuhkan tidak tersedia sehingga melakukan konfirmasi ke salah satu rumah sakit swasta untuk mengecek apakah di sana ada ruang ICU yang kosong," paparnya lebih lanjut.

Akan tetapi, rumah sakit swasta tersebut juga memberikan jawaban bahwa tidak ada ruang ICU yang kosong sehingga menghubungi orang Dinas Kesehatan dan koordinator tentang situasi tersebut.

"Kata bidan koordinator, silakan untuk life saving, penyelamatan nyawa, masuk aja dulu ke Rumah Sakit Umum Ciereng supaya bisa dilakukan pertolongan dalam keadaan darurat," ujarnya.

"Alhamdulillah sebenarnya ini diterima dengan baik di UGD, diperiksa tekanan darah yang tadinya sedikit turun di puskesmas waktu itu sudah jadi 110 dan keadaannya masih bisa bicara.

Nah karena situasi ingin melahirkan didoronglah ke ruangan connect ruang persalinan itu. Bidan yang jaga pada saat itu mengatakan bahwa dari dokter Kebidanan dan Kandungan menyatakan pasien ini harusnya ditangani, misalnya dioperasi dan membutuhkan ruang ICU, sedangkan di sini penuh," lanjutnya.

"Karena sama-sama panik, situasi darurat mungkin salah penerimaan oleh yang merujuk dengan pihak keluarganya sehingga sedikit ngambek. Merasa ditolak dan menarik pasien keluar lagi dari ruangan pondok itu. Harusnya sih sebenarnya kita kalau seperti itu, demi keselamatan nyawa jadi tidak ada yang ditolak. Sebenarnya dilayani cuma miss komunikasi," pungkasnya.