Mafia Beras di Banten Terbongkar, ini Penjelasannya
Mafia
Foto Ilustrasi Bulog Banten dan Kepolisian Setempat Berhasil Membongkar Mafia Beras (Sumber : Instagram @perum.bulog)

JOGJACORNER.ID - Bekerja sama dengan Polda Banten, Perum Bulog ungkap adanya Mafia beras yang mengemas ulang beras Bulog dengan merek dagang lain, dan dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi.

Harga beras di pasaran tidak pernah turun, hal ini ternyata disebabkan karena adanya mafia beras, mereka menjual beras kembali Bulog yang merupakan beras import dengan kualitas bagus, tersebut dengan harga setara dengan beras premium lokal, sehingga harga beras di pasaran tidak turun, karena kuantutas beras premium yang dijual di pasaran sangat banyak.

Hal ini disampaikan oleh Budi Waseso, Dirut Perum Bulog, “Betul mba, betul, dengan pengungkapannya tadi dari pihak aparat penegak hukum, dari kepolisian ini seperti apa, beras yang dari bulog ini adalah beras dari import , beras import ini kualitasnya premium… ini memng kalau di pasaran di kita itu harganya memang rata-rata Rp. 12.000, nah ini permasalahannya operasi beras yang dilakukan oleh Bulog ini, diterima oleh pedagang-pedagang ini ya terus disalurkannya langsung dikemat dengan merek lain, bukan di oplos karena itu pedagang rugi, karena beras ini dalam kondisi kualitas baik… lebih baik dijua apa adanya seperti itu dan itu pasti masuk kategori premium dan aku di jual premium. Nah ini lah yang menyebabkan di mana harga beras di pasaran ini tidak pernah turun karena yang tersebar itu beras-beras premium.” Ungkap Budi Waseso, dikutip dari akun youtube @KOMPASTV (12/2).

Dwi Andreas Santoso, Guru Besar IPB dan Ketua Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani, mengungkapkan bahwa tingginya harga beras ini disebabkan karena kenaikan produksi yang rendah dan stok beras nasional yang terus menipis.

"Memang selama 3 tahun ini, beras kita itu kenaikannya relative rendah, tahun 2019 bahkan turun 7,7% , tahun 2020 ketika musim kemarau basah, hanya naik 0,9%, lalu tahun 2021 turun 0,43% , lalu tahun 2022 berdasarkan angka ramalan BPS, naik 2,3 % walauun kemudian diralat kemungkinan menurut saya 1%. Padahal stok beras kita yang ada, kan itu baru menyetok di tahun 2018 1,8 juta ton. Sudah barang tentu stok yang ada di pemerintah perlahan-lahan menipis, serapan Bulog sangat rendah peningkatan produksi praktis tidak terjadi, sehingga akibatnya kita terima di akhir 2022 dan awal tahun 2023. Jadi pergerakan harga tersebut hal yang wajar saya kira," jelasnya.

Dirut Perum Bulog, menegaskan bahwa penindakan terhadap pelnggaran masalah pangan tidak akan main-main, sebab dampaknya sangat besar terhadap masyarakat.