Peringatan Peristiwa Isra Miraj Nabi Muhammad SAW, Simak Hikmah dan Nilai-nilai yang Bisa Diambil
Isra Miraj
Peringatan peristiwa Isra' Mi'raj yang dilakukan Nabi Muhammad Saw pada tahun ini jatuh pada Sabtu (18/2) (Sumber : Dokumentasi freepik)

JOGJA-Umat muslim sudah tidak asing lagi dengan peristiwa Isra Mi'raj yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. Peristiwa tersebut selalu diperingati setiap bulan Rajab pada tanggal 27, tepat terjadinya peristiwa tersebut. Peringatan peristiwa Isra' Mi'raj pada tahun ini jatuh pada Sabtu (18/2/2023). Seperti yang telah diketahui, peristiwa Isra Mi'raj merupakan dua perjalanan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam dalam waktu 1 malam dari Masjidil Haram hingga ke Sidratul Muntaha.

Peristiwa Isra Mi'raj terbagi dalam dua peristiwa yang berbeda. Dalam Isra, Nabi Muhammad saw "diberangkatkan" oleh Allah Swt dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa di Palestina. Lalu, dalam peristiwa Mi'raj Nabi Muhammad saw dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi. Kejadian ini menjadi salah satu peristiwa penting bagi umat Islam karena Rasulullah mendapat perintah untuk menunaikan salat lima waktu dalam sehari semalam.

Lantas, apa hikmah dari peristiwa tersebut? Dilansir dari website resmi Kementerian Agama RI, kemenag.go.id pada Jumat (17/2/2023), paling tidak ada dua hikmah dari peristiwa Isra' Mi'raj.

1. Satu-satunya nabi dari golongan Ibrahim a.s. Nabi Muhammad adalah satu-satunya nabi dari golongan Ibrahim a.s yang berasal dari Ismail a.s, sedangkan nabi lainnya adalah berasal dari Ishaq a.s.

2. Nabi Muhammad saw berdakwah di Makkah, sedangkan nabi yang lain berdakwah di sekitar Palestina. Jika dibiarkan saja, orang lain akan menuduh Muhammad saw sebagai orang yang tidak ada hubungannya dengan "golongan" Ibrahim dan merupakan sempalan. Oleh karena itu, kita sebagai muslim tidaklah melihat orang itu dari asal usulnya, melainkan dari ajarannya.

3. Allah ingin memperlihatkan sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya kepada Nabi saw. Pada Al Qur'an surat An Najm ayat 12, terdapat kata "Yaro" dalam bahasa Arab yang artinya "menyaksikan langsung". Berbeda dengan kata "Syahida", yang berarti menyaksikan tapi tidak mesti secara langsung.

Allah memperlihatkan sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya itu secara langsung, karena pada saat itu da'wah Nabi sedang pada masa sulit dan duka. Oleh karena itu, pada peristiwa tersebut Nabi Muhammad saw juga dipertemukan dengan para nabi sebelumnya, supaya bisa melihat bahwa mereka pun mengalami masa-masa sulit, sehingga bertambah motivasi dan semangatnya.

Tak hanya hikmah dari peristiwa Isra' Mi'raj, peristiwa ini juga memiliki nilai-nilai yang dapat diambil dan diterapkan pada kehidupan manusia. Nilai-nilai tersebut termasuk ke dalam hal kepemimpinan, yaitu sebagai berikut.

1. Tercermin dari ayat yang mengemukakan bahwa peristiwa Isra' Mi'raj dimulai dengan ''tasbih'' dan peristiwa pembersihan dada Nabi dengan air zamzam ditambah dengan wudlu. Maka dari itu, dalam sebuah kepemimpinan hal pertama yang harus dilakukan adalah menjaga integritas moral.

2. Belajar kepada sejarah. Ia bisa berupa nilai-nilai yang berkenaan dengan masa lampau, dapat pula berupa pengalaman dari orang lain yang pernah menjalankan sebuah kepemimpinan. Dengan demikian kontinuitas kesejarahan dapat terus dipertahankan dan dikembangkan.

3. Dengan integritas moral dan nilai-nilai kesejahteraan itu, diharapkan sebuah kepemimpinan dapat berjalan dengan benar dan tidak mudah terpincut godaan, sebagaimana teladan Nabi ketika melakukan Mi'raj-nya. Kepemimpinan seperti itu tergambar jika seluruh aparaturnya tegak lurus dalam melaksanakan keadilan dengan didasari oleh nilai-nilai persamaan di muka hukum. Hal ini pun akan dapat berjalan baik, jika aparatur tersebut bersikap konsisten dan disiplin (istiqamah), dapat dipercaya (amanah), dan mau merundingkan segala persoalan tentang kepemimpinan secara musyawarah.

4. Hendaknya kebijakan seorang pemimpin membumi kepada hati dan kebutuhan yang dipimpinnya. Dalam peristiwa Isra' Mi'raj, telah diteladankan Nabi saw ketika beliau sudi kembali (turun) ke bumi setelah bertemu Allah. Padahal, pertemuan dengan Allah adalah cita-cita dan tujuan umat manusia, terlebih kaum sufi (para ''pencari Tuhan''). Kembalinya Rasulullah ini dimaksudkan untuk menyelamatkan nasib umat manusia. Maka dalam konteks ini, kebijakan yang membumi sangat diperlukan.

5. Amanat Rasulullah saw untuk menegakkan salat, pada dasarnya merupakan suatu simbolisme yang mengajarkan prinsip kepemimpinan, yakni pola hubungan antara hamba kepada Tuhannya dan antara manusia dengan sesamanya. Dalam ajaran salat, seseorang yang hendak melaksanakannya, diwajibkan terlebih dahulu berwudlu atau dalam keadaan suci.*