Tradisi Mitoni Bagaimana Hukumnya? Berikut Penjelasan Menurut Islam
Mitoni
Ilustrasi seseorang yang sedang hamil tujuh bulan (Sumber : Pixbay)


JOGJA-Di Jawa terdapat budaya mitoni atau Syukuran atas tujuh bulan kehamilan. Dalam konteks ini, banyak umat Islam yang mempertanyakan hukum Mitoni dalam Islam, apakah diperbolehkan?

Mitoni adalah tradisi Jawa  yang diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang kita. Biasanya selama acara ada pembacaan doa, penjelasan, sedekah dan ritual lainnya yang kental dengan budaya Jawa.

Selain Mitoni, syukuran tujuh bulan kehamilan juga dikenal dengan Tingkeban. Ritual ini berupa doa dan harapan agar anak yang dilahirkan menjadi anak yang baik dan berbakti kepada orang tuanya. Biasanya ritual tingkeban ini dilakukan pada masa kehamilan anak pertama.

Lalu bagaimana ritual mitoni atau syukuran kehamilan di bulan ke-7 kehamilan dalam ajaran Islam?

Menurut  Nahdlatul Ulama dalam situs resminya NU online, mitoni yang dibacakan orang Jawa tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Hal ini merujuk pada makna surat Al-A'raf ayat 189 berikut ini.  “Dialah yang menciptakan kamu dari salah satu dari dirinya, dan dia menciptakan istrinya, agar dia bisa bahagia dengannya. Setelah dicampurinya, istrinya hamil dengan mudah, dan dia masih merasa ringan (sesaat). Kemudian ketika dia merasa hamil keduanya (suami dan istri) bertanya kepada Tuhan, Tuhan berfirman:
"Sungguhnya jika Engku memberi kami anak yang saleh,  kami akan termasuk orang yang bersyukur."

Baca Juga: Kenali Macam-Macam Surat Tilang dan Jenis Pelanggarannya, Lengkap dengan Jumlah Denda yang Harus Diayar

Dari ayat tersebut NU mengatakan secara implisit bahwa itu adalah bayangan dari tindakan Nabi Adam ketika Hawa mulai merasakan beratnya beban  bayi dalam kandungannya saat dia mencoba memohon kepada Tuhan untuk memberinya anak yang baik.

Jika Anda mengetahui pernyataan NU, jawabannya adalah melestarikan mitos Islam atau berterima kasih kepada hukum selama 7 bulan kehamilan.*