Wacana Piplres 2024 Dinilai Masih Terjebak Dengan Isu Sosok, Ini Penjelasan Pakar UGM
Ilustrasi kotak suara Pemilu 2024 mendatang.
Ilustrasi Pemilu. Pilpres 2024 masih terjebak pada isu sosok. (Sumber : Pixabay)

JOGJA, Jogjacorner.id- Wacana pilpres 2024 masih terjebak dengan isu sosok, hal ini senada dengan apa yang disampaikan pengamat politik Universitas Gajah Mada (UGM), Mada Sukmajati menilai pembahasan seputar pilpres 2024 terbatas hanya sampai calon figur pemimpin, padahal sudah seharusnya membicangkan program dan gagasan karena waktu pelaksanaan pilpres semakin dekat.


Wacana pilpres hanya sebatas kepada nama calon pemimpin, seharusnya bahwa setiap nama yang diajukan harus mempunyai program dan gagasan yang jelas akan tetapi sampai saat ini belum ada keterangan lebih lanjut. 


Selain itu, Mada Mengungkapkan bahwa jika polemik wacana ini terus berkembang maka politik propragmatis tidak dapat berkembanng. Dirinya merasa sangat riskam jika polemik wacana ini tidak berubah meninggat pemilu sudah semakin dekat.


“Ini saya riskan, mau dibawa kemana bangsa sebesar Indonesia sampai sekarang belum tahu,” papar Mada yang dilansir dari situs resmi UGM.


Baca Juga: Makin Berkarisma, Dikta Wicaksono Kembali Menjadi Sorotan Warganet


Tak hanya itu, pakar hukum tata negara Universitas Gajah Mada (UGM) Andi Sandi Menyampaikan bahwa sudah saatnya calon yang diajukan untuk didorong maju kepada masyarakat menawarkan program dan gagasan kreatifnya.


Ia merasa hal seperti ini tidak baik bagi perpolitikan yang ada di Indonesia, hal tersebut bahkan tidak akan menyelesaikan masalah akan tetapi menambah masalah.


Ini menjadi isu yang perlu perhatian khusus pada pemilu 2024. Perlu dijelaskan saat memaparkan program dan gagasan masing-masing kelompok politik atau koalisi tidak saling mendiskreditkan calon lain, karena dampak dari hal tersebut menyebabkan perpecahan yang ada di akar rumput.


“Beradu program dan gagasan sangat boleh akan tetapi tidak boleh saling menjatuhkan antar paslon,” Ujar Andi.


Baca Juga: Makin Berkarisma, Dikta Wicaksono Kembali Menjadi Sorotan Warganet


Adapun pakar komunikasi politik Universitas Gajah Mada (UGM) Nyarwi Ahmad menyampaikan disinformasi perpolitikan yang ada di Indoensia dinilai akan berkembang dan tumbuh subur karena di tengah masyarakat modern dengan mayoritas sudah menggunakan media sosial.


Mayoritas masyarakat yang sudah menggunakan media soaial hal tersebut tentunya akan menyebabkan pertarungan politik yang kuat dan hal itu juga akan menyebabkan polarisasi isu di tengah masyarakat.


Dalam dunia politik, informasi menjadi angin untuk bernafas. Hal itu dimaksudkan bahwa informasi adalah kunci yang bisa menggerakan  semua persepsi dan perilaku.


“Disini terdapat peluang untuk menyampaikan berita bohong atau biasa disebut hoaks, karena dengan polarisasi digital Informasi mudah diproduksi dan cepat disebarkan,” Ungkap Nyarwi


Usaha untuk mengurasi penyebaran Hoaks memang sering digiatkan, adapun contoh giat yang dilakukan seperti melalui seminar yang dilakukan secara berkala dari Kominfo. Nyarwi juga menyampaikan, elit politik harus berhati-hati dalam berkomentar dan ketika menyampaikan informasi kepada masyarakat untuk menjaga citranya.


Hal tersebut membawa harapan untuk mengurangi angka penyebaran isu hoaks, tapi kembali lagi bahwa kunci penentu ada dalam kendali elite politik untuk melakukan komunikasi secara bijak.


“Komunikasi politik yang baik bukan hanya meyakinkan akan tetapi harus mencerahkan dan menginspirasi,”