Menaker: 12 Persen Pengangguran di Indonesia Didominasi Lulusan Sarjana dan Diploma
Menteri Tenaga Kerja (Menaker) RI, Ida Fauziyah
Menteri Tenaga Kerja (Menaker) RI, Ida Fauziyah (Sumber : Dokumen UGM)

JOGJA, Jogjacorner.id- Menteri Tenaga Kerja (Menaker) RI, Ida Fauziyah, mengatakan sekitar 12 persen pengangguran di Indonesia saat ini didominasi oleh lulusan sarjana dan diploma. Menurutnya, besarnya jumlah pengangguran dari lulusan perguruan tinggi ini disebabkan tidak adanya link and match antara perguruan tinggi dengan pasar kerja. “Kita masih punya PR (Pekerjaan Rumah) bahwa jumlah pengangguran lulusan  sarjana dan diploma masih di angka 12 persen karena tidak adanya link and match,” kata Ida kepada wartawan usai menghadiri upacara wisuda anaknya, Syibly Adam Firmanda, yang lulus sarjana psikologi, Fakultas Psikologi  Universitas Gadjah Mada, Kamis (23/2), di Grha Sabha Pramana UGM.   


Menurut Ida, saat ini jumlah kelompok pekerja saat ini didominasi dari lulusan pendidikan SMP dan Sekolah Dasar. “Kelompok yang bekerja sebagian berpendidikan SMP ke bawah, justru yang menganggur lulusan SMK, diploma dan sarjana,” jelasnya.


Baca Juga: Anak Pejabat DJP Terlibat Kekerasan, DJP Nyatakan Sikap


Melalui program Merdeka Belajar- Kampus Merdeka (MBKM) yang dilaksanakan oleh Kemendikbudristek RI menurut Ida diharapkan bisa mengurangi angka pengangguran dan banyak lulusan diploma dan sarjana yang diterima pasar kerja. “Saya kira dengan program pemagangan dilakukan anak-anak sudah dipersiapkan siap kerja sebelum lulus.  Dengan MBKM mengurangi miss link and match, yang lulus hari ini tidak menambah pengangguran,” ujarnya dalam siaran pers.


Meski tidak menargetkan jumlah pengangguran yang bisa diturunkan dari program MBKM, Ida berharap program magang kerja bagi para mahasiswa bisa mengurangi kesenjangan antara lulusan perguruan tinggi dengan pasar kerja. “Kita berharap pengangguran semakin turun, tidak ada target khusus,” ujarnya.


Terkait soal banyaknya buruh yang menjadi korban PHK akibat terkena dampak penurunan ekonomi global sekarang ini, Ida mengatakan pemerintah belum memikirkan untuk memberikan subsidi upah seperti dalam tiga tahun terakhir. Menurutnya subsidi upah saat itu diberikan karena adanya kondisi pandemi dan penyesuaian kenaikan harga BBM.


Baca Juga: Salut! Kapolda Jambi Dahulukan Anak Buah Dievakuasi Meski Alami Luka Paling Berat, Ini Kondisi Terakhirnya


“Bantuan subsidi upah tahun 2020 dan 2021 karena ada pandemi dimana para buruh berkurang pendapatannya akibat banyak mereka yang dirumahkan. Lalu tahun 2022 diberi subsidi upah karena ada penyesuaian kenaikan harga BBM, sehingga kita perlu membantu dengan subsidi upah, mudah mudahan (tahun ini) tidak ada yang membuat upah teman-teman buruh jadi berkurang. Sebenarnya kebijakan itu mengikuti kondisi,” tegasnya.


Meski ada ancaman resesi, imbuhnya, banyak negara yang memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap positif meski mengalami penurunan. “Ekonomi kita diprediksi turun tapi dianggap sangat baik dengan negara lain, bisa tumbuh positif dan inflasi yang masih bisa terkendali. Meski ada penurunan tapi masih tumbuh positif,” pungkasnya.