Ramai Istri pejabat Pamer Harta, Apa Itu Flexing? Simak Penjelasan Rhenald Kasali
flexing
Ilustrasi flexing atau pamer kekayaan yang ramai digunakan di media sosial. (Sumber : Dokumentasi freepik)

JOGJA-Belakangan ini marak penggunaan istilah flexing di media sosial. Hal ini terjadi setelah banyak dari anggota dan istri pejabat yang memamerkan kekayaannya di media sosial. Akibat dari aksinya tersebut membuat mereka akhirnya diperiksa oleh pihak yang berwenang terkait dengan hartanya. Setelah adanya media sosial membuat semakin mudah untuk melakukan aksi flexing ketika menggunakannya.


Lantas, apa sebenarnya arti dari flexing? Dilansir dari akun YouTube @KOMPASTV pada Sabtu (29/4/2023), Akademisi dan Praktisi Bisnis, Prof. Rhenald Kasali, Ph.D, flexing adalah istilah yang digunakan untuk pamer kekayaan. Hal-hal yang dipamerkan dapat berupa fashion mahal, mobil mewah, saldo ATM, dan barang berkelas lainnya. Hal ini membuat belakangan ini muncul istilah sultan atau crazy rich. Tidak semata-mata melakukannya, terdapat tujuan seseorang melakukan flexing, yaitu untuk menunjukkan kemampuan dan menciptakan kesan bagi orang lain.


Tak hanya berarti memamerkan kekayaan, kata "flex" atau flexing juga berarti melenturkan otot, yaitu menunjukkan seberapa kuat dan siap untuk bertarung. Oleh karena itu, menjadi metafora arti flexing adalah mereka yang berpikir lebih baik dari yang lain. Selain itu, flexing juga dapat dijadikan sebagai strategi pemasaran. Misalnya, pajangan penghargaan dan ijazah di salon kecantikan sebagai bukti kompetensi. Lantas, bagaimana dengan flexing jet pribadi, fashion mahal, kendaraan mewah, dan barang-barang mewah lainnya yang baru-baru ini ramai terjadi?

Baca Juga: Timnas Indonesia U-22 vs Filipina: Simak Prediksi Susunan Pemain Lengkap dengan Jadwal Tayang dan Live Streaming

Flexing cara pamer bisa saja membangun kepercayaan konsumen dan akhirnya mau menanamkan modal atau membeli produk yang ditawarkan. Meskipun flexing dapat menjadi salah satu strategi marketing untuk menarik konsumen, tetapi masih banyak strategi lain yang jauh lebih baik daripada flexing secara berlebihan. Hal ini karena flexing memiliki risiko besar, yaitu dapat menjadi korban kejahatan, masalah etika, hingga masalah pajak. Risiko yang ditimbulkan ini membuat beberapa pejabat meminta para pegawainya untuk tidak melakukan flexing di media sosial.


Terbaru, Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menjabat sebagai hubungan masyarakat diimbau untuk tidak menampilkan sikap hedonisme, dengan memamerkan kekayaan atau flexing di media sosial. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika, Usman Kansong, sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo agar lebih mengedepankan pelayanan kepada masyarakat.*