Sejarah dan Makna Syawalan Setelah Idul Fitri, Tradisi yang Populer di Indonesia
Syawalan
Ilustrasi halalbihalal di Indonesia. (Sumber : Dokumentasi freepik)



JOGJA-Syawalan merupakan tradisi yang umum dilakukan pada seminggu setelah Idulfitri 1 Syawal, khususnya bagi masyarakat Pulau Jawa. Tradisi ini bisa disebut juga dengan lebaran kedua atau juga Lebaran Ketupat. Hal ini karena hidangan yang disajikan mayoritas berupa ketupat. Meskipun begitu, tidak semua daerah menyajikan ketupat untuk tradisi Syawalan.

Lantas, bagaimana sejarah tradisi syawalan? Dilansir dari berbagai sumber pada Selasa (25/4/2023), menurut Umar Kayam tradisi syawalan merupakan kreativitas akulturasi budaya Jawa dan Islam. Ketika Islam hendak bersinggungan dengan budaya Jawa, timbul ketegangan-ketegangan yang muaranya menimbulkan disharmoni.

Ketika para pendeta Jawa melihat fenomena tersebut, mereka menciptakan budaya yang memungkinkan masyarakat Jawa menerima agama baru tersebut. Singkat kata, para ulama Jawa dengan segala kearifannya mampu menyatukan dua budaya yang saling bertentangan demi kerukunan dan kesejahteraan masyarakat.

Menurut Ibnu Djariri, pelopor tradisi Syawalan adalah KGPAA Mangkunegara I yang dikenal dengan sebutan Pangeran Sambernyawa.

Untuk menghemat waktu, tenaga, pikiran dan biaya, seusai salat Ied diadakan pertemuan antara raja dengan para abdi dalem dan prajurit secara serentak di aula keraton. Seluruh abdi dalem dan prajurit melakukan sungkem untuk raja dan permaisuri dengan tertib dan teratur. Tradisi syawalan yang diperkenalkan oleh Pangeran Sambernyawa saat ini dilestarikan oleh ormas-ormas Islam dan badan-badan pemerintah maupun swasta dengan istilah halalbihalal.

Tradisi Sungkeman sebenarnya merupakan inti dari Syawalan, tetapi maknanya berkembang seiring berjalannya waktu. Sungkeman tidak hanya dilakukan di keraton, tetapi juga di ruang keluarga antara anak dan orang tuanya. Ini adalah simbol penghormatan kepada orang tua dan menjadi dorongan untuk memaafkan setelah puasa Ramadhan dan Syawal.

Setelah minta maaf biasanya ada hajatan yang menu utamanya adalah ketupat. Hingga pada akhirnya tradisi Syawalan atau Ketupat Lebaran tersebar luas di banyak daerah Indonesia.

Lalu, apa makna syawalan? Syawalan atau Lebaran Ketupat sering diartikan sebagai bentuk penyucian diri untuk menghilangkan dosa-dosa horizontal atau yang berhubungan dengan sesama manusia. Syawalan biasanya dilakukan dengan berkumpul bersama keluarga dan saling memaafkan. Selain itu, Syawalan juga sering dimaknai sebagai momen kebahagiaan dan ucapan syukur atas kelancaran pelaksanaan puasa selama bulan Ramadhan.

Menariknya, tradisi pasca lebaran ini hanya ada di Indonesia. Hanya saja, setiap daerah bisa memiliki cara tersendiri dalam merayakan Syawalan dan menyesuaikannya dengan budaya yang ada di daerah tersebut.

Filosofi Syawalan, Inilah filosofi Syawalan secara umum.

1. Tempat saling memaafkan
Syawalan tak lepas dari momen saling memaafkan. Meski pemaafan orang lain tidak harus menunggu sampai bulan Syawal, Syawalan yang kerap dipenuhi jabat tangan setelah Fitri akan terlihat lebih mendalam.

2. Sarana silaturahim
Tak jarang kita hanya bertemu dengan keluarga besar saat Syawalan. Oleh karena itu, ajakan untuk mengikuti tradisi ini dapat dijadikan sebagai sarana silaturahim.

Baca Juga: Borobudur Land, Berikut HTM dan Rute Menuju Lokasi Wisata Baru di Magelang

3. Berbagi rezeki
Syawalan tidak hanya memastikan untuk bertemu dengan kerabat, tetapi juga memastikan tetangga atau kerabat yang berada dalam posisi yang lebih kurang biasanya mendapatkan rezeki lebih.

4. Pertukaran informasi dan koordinasi
Karena jarak yang jauh dan intensitas komunikasi yang tidak menentu, terkadang kita malah kehilangan informasi tentang keluarga kita sendiri. Jadi, ketika Syawalan menjadi momen yang tepat untuk mengetahui kabar dan keadaannya. Dengan cara ini, kita dapat membantu ketika anggota keluarga berada dalam kondisi di mana bantuan diperlukan.