Sejarah Lahirnya THR: Muncul Setelah Era Kemerdekaan, Diwarnai Protes Buruh
THR
Ilustrasi uang THR dan asal usulnya (Sumber : ilustrasi pexels)


JOGJA-Memasuki bulan puasa dan lebaran, ada tradisi yang selalu dinanti masyarakat selain mudik, yaitu pemberian Tunjangan Hari Raya atau THR. Pada umumnya, THR diberikan kepada pegawai pemerintah maupun karyawan perusahaan swasta. Jumlah tunjangan ini pun berbeda-beda sesuai dengan peraturan masing-masing perusahaan atau pemerintah.

Pada tahun ini, THR untuk para Aparatur Sipil Negara (ASN) sudah cair pada Selasa (4/4/2023). Sementara itu, untuk pegawai di perusahaan swasta, THR  tahun 2023 akan cair selambat-lambatnya pada tanggal 15 April 2023. Kementerian Ketenagakerjaan pun menegaskan bahwa pemberian tunjangan ini harus dibayar secara kontan. Mengenai tradisi tahunan ini, sebenarnya sejak kapan THR diberlakukan?

Dilansir dari akun Instagram @ngomonginuang pada Jumat (7/4/2023), THR sudah muncul sejak puluhan tahun lalu, tepatnya di awal 1950-an. Istilah THR ini tidak langsung muncul begitu saja, melainkan terdapat seorang pencetus. Pencetus adanya THR keagamaan pertama kali adalah Soekiman Wirjosandjojo yang saat itu menjadi Perdana Menteri.

Pada awalnya, tunjangan jelang hari raya tersebut hanya diberikan kepada para pamong pradja atau yang kini dikenal dengan PNS. THR PNS ini mulanya berbentuk pinjaman di muka, yang nantinya harus dikembalikan melalui pemotongan gaji.

Baca Juga: Cegah Kemacetan Parah Saat Libur Paskah, Ganjil Genap Diterapkan di Jalur Puncak

Pada tahun 1952, THR diberikan pemerintah kepada PNS sebesar Rp125 hingga Rp200 atau setara dengan gaji pokok pegawai saat itu. Tak hanya dalam bentuk uang, jumlah tersebut juga dalam bentuk sembako, seperti beras, minyak, gula, dan lainnya.

Karena hanya diberikan kepada PNS, hal ini kemudian menimbulkan protes di kalangan buruh yang tidak mendapatkan THR. Para buruh pada masa itu merasa sudah bekerja keras untuk membangkitkan perekonomian nasional, tetapi tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah.

Pada 13 Februari 1952, gelombang protes memuncak. Para buruh melakukan  demo dengan mogok kerja menuntut untuk diberikan THR dari pemerintah. Setelah melalui jalan panjang, akhirnya para buruh mendapatkan kepastian THR sebagaimana yang telah diterima oleh para PNS. Pemberian THR bagi pegawai swasta baru menjadi kewajiban setelah diatur pemerintah pada tahun 1994.

Saat itu Menteri Tenaga Kerja menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 04/1994 tentang THR Keagamaan bagi pekerja di perusahaan. Kemudian di 2003 peraturan ini disempurnakan melalui UU No. 13 tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan dan direvisi tahun 2016. Dalam peraturan ini diatur bahwa pegawai yang bekerja >3 bulan wajib mendapatkan THR. Besarannya disesuaikan dengan lamanya masa kerja.*